Berlomba Demi Pendidikan yang Layak
05:45
Percakapan dengan teman saya Sta tadi malam tentang buku dari Rhenald Kasali yang berjudul Self Driving membuat saya pergi ke gramedia siang tadi untuk membeli buku tersebut dan tidak sabar merobek bungkus plastik yang melekat untuk membaca setiap halaman dengan seksama. Ya, akhir tahun ini saya habiskan untuk membaca buku.
Intuisi saya menyuruh saya untuk menulis tentang komparasi pendidikan setelah membaca buku tersebut di halaman 48-51 dimana Bapak ini menjelaskan tentang fakta memperoleh pendidikan yang layak di Indonesia dengan negara-negara lain. Di Indonesia, orang berbondong-bondong mendaftar ke perguruan tinggi negeri namun hanya sebagian dari jumlah pendaftar yang diterima, sedangkan di Belanda universitas terkenal bernama Erasmus begitu mudah menerima mahasiswa dengan alasan "semua warga negara punya hak untuk mendapat pendidikan yang layak, jadi mereka mendaftar harus kami terima" ini dikemukakan oleh seorang dekan di Erasmus.
Terbayang jelas di ingatan saya ketika saya mendaftar perguruan tinggi negeri yang berujung kegagalan di tahun pertama setelah saya lulus sekolah menengah atas, begitu sulitnya perjuangan mendapatkan sekolah ternama di Negeri ini. Seperti mencari jarum di jerami, mungkin saya kurang pintar atau kurang beruntung pada saat itu. Hampir putus asa, namun orang sekitar saya memberikan motivasi dan semangat karena masih ada yang namanya kesempatan kedua. Saya mulai memperbaiki diri saya, menambah ilmu serta wawasan berbahasa inggris di sebuah kampung inggris di wilayah timur jawa. Sambil menyelam minum air, anak seusia saya 17 tahun sudah di lepas oleh orang tua saya untuk merantau dengan dalih menimba ilmu di daerah yang saya tidak tahu sebelumnya. Mungkin, jika saya menolak tawaran tersebut mungkin saja saya masih menjadi Iluk yang tidak bisa berkomunikasi dengan bahasa inggris.
Setelah 3 bulan menetap di kampung inggris, saya kembali ke Semarang untuk mengikuti SNMPTN sebuah ujian nasional masuk perguruan tinggi negeri. Mengerjakan berbagai soal baik itu hitungan ataupun sosial dan ilmu pengetahuan alam yang saya paham saya kerjakan, yang saya tidak paham saya tinggal. Faktor keberuntungan atau memang kecerdasan saya bertambah, saya diterima di pilihan kedua yaitu jurusan hukum. Saya membayangkan, bagaimana dengan persaingan mencari sekolah terbaik pada masa yang akan datang? 10 tahun lagi? apakah sesulit ini?
Mari kalian saya ajak untuk mengkomparasi pendidikan di Indonesia dengan Polandia. Pada saat saya diberitahu oleh organizing committee proyek yang sedang saya kerjakaan pada saat itu, mengatakan bahwa lokasi tempat saya mengajar di sebuah desa terpencil yang kalau kita cari di google maps harus di zoom in. Saat dijemput oleh seorang guru sekolah tersebut di stasiun, dia menyebutkan ada 68 siswa sekolah dasar di sekolah tersebut dari kelas 1 hingga 6. Bayangan saya fasilitas yang diberikan ke sekolah tersebut tidak sebaik di kota. Dan, itu salah besar. Sekolah ini dari segi bangunan kokoh, bersih, dan tidak kumuh. Untuk fasilitas? koneksi internet, proyektor, metode belajar, guru yang ahli dalam bidangnya, kantin dan area olahraga serta ruang komputer. Padahal untuk mencapai area Bogdaj, kita harus melewati hutan serta sawah, kalau mau ke stasiun kereta api kita harus menempuh waktu 1 jam.
Sedangkan di Indonesia, masih saja banyak yang tidak tersalurkan mengenai pendidikan di daerah-daerah yang jauh dari hiruk pikuk kota. Ah, bukan hanya di desa, di kota pun pendidikan belum merata. Kalau kita bandingkan sekolah negeri dan sekolah swasta di Semarang (Tempat saya tinggal) lumayan kontras perbedaannya. Jadi, untuk para orang tua dituntut untuk menjadi jembatan agar siswa ini dapat menyalurkan bakat serta menambah kecerdasannya dari bagaimana orangtua mendidik. Pemerataan pendidikan di Indonesia memang belum merata, beberapa orang dari kampung saya di daerah pesisir bengkulu berbondong-bondong pergi ke pulau jawa dengan harapan mendapatkan kehidupan yang layak dan melanjutkan studi di universitas di pulau jawa.
Lalu, akankah seperti ini terus menerus terjadi?
0 comments