Aroma Karsa, Indra Penciuman, dan Pemilihan Kata

02:26

Bisa jadi membaca menjadi hal kedua setelah blogging yang bisa membuat saya mendekam di kamar seharian dengan cemilan kanan dan kiri sebagai pelengkap ketika saya butuh asupan. Bulan lalu, akhirnya saya mengunjungi toko buku lagi setelah sekian lama nya tidak mencium aroma kertas-kertas baru yang sudah terpanjang rapi di setiap etalase. Mata saya tanpa lalu langsung menangkap Aroma Karsa karya Dee Lestari. Sudah lama memang, saya melihat buku ini berkeliaran di timeline instagram maupun twitter. Baik itu ulasan dari teman-teman yang telah membaca, maupun karena saya memang mengikuti sosial media penulis tersebut. Namun, belum ada ketertarikan sesignifikan itu untuk membaca 701 halaman pada saat itu, Ketika itu saya hanya berasumsi jika buku tersebut tidak mungkin saya baca karena saya sudah cukup puas dengan Gelombang yang menampilkan Alfa Sagala sebagai lakon di novel tersebut. Bisa jadi isi kepala saya tidak mau menerima tokoh baru selain Alfa, maupun River dari novel karya Ika Natassa. Sebegitu sukanya saya. Melihat kesempatan untuk memanfaatkan waktu alias biar produktif, tanpa ba bi bu, saya langsung ke kasir untuk membayar buku tersebut dan buku Why titipan Zaki walaupun berfikir apakah buku ini akan berakhir sebagai pajangan saja di meja.


Cara saya membaca mungkin seperti orang lain pada umumnya, kadang harus mengumpulkan niat  yang berlebih agar tidak tergoda dengan telpon genggam yang sepertinya lebih menarik dibandingkan segepok buku yang penuh dengan huruf ini. Ada kalanya, banyak alasan untuk menunda apalagi kedua mata ini butuh rehat sejenak karena harus mengikuti alur huruf sampai ke pojok kanan bawah sampai dibalik nya lembaran berikutnya. Sadar betul, bahwa ini kebiasaan yang tidak boleh dibiarkan. Toh, menulis blog juga butuh refrensi untuk menambah kosa kata dan membaca buku itu adalah opsi pertama.
Membaca Aroma karsa ini contohnya, tidak bisa saya lahap seketika dalam 1 hari. Ada titik dimana saya terdistraksi dengan yang lainnya, dan harus benar-benar menyempatkan waktu seharian untuk menyeselaikannya. Pokoknya harus selesai. Benar saja, akhrinya bisa juga selesai dengan perasaan macam-macam. Gimana ga macam-macam, saya seperti dibawa ke drama kolosal jawa Angling Darma yang suka saya tonton waktu sekolah dasar.
Menurut saya Aroma Karsa sendiri memiliki dua tokoh utama yang meninggalkan rasa penasaran bagi pembacanya, sayang juga kalau tidak diketahui ujungnya. Gila, entah berapa kali kata itu terlontar. Kadang mata saya ingin mempecepat baca seketika itu juga. Jati Wesi dan Tanaya Suma membawa saya berfikir bawah indra penciuman merupakan hal utama yang bisa membolak-balikkan perasaan. Saya pun mulai crosscheck hidung saya dan secara tidak langsung mencari persamaan dengan kedua tokoh tersebut haha, yang tiba-tiba sensitif sekali ketika mencium bau bus ataupun mobil dengan parfum yang membuat mual. Parfum pun saya bisa sangat picky, hanya bisa tolerir dengan aroma yang tidak menyengat seperti vanilla atapun white musk yang menurut saya itu sudah yang paling benar racikan bahan-bahan didalamnya. Pernah dulu, ketika SMA, salah satu guru menggunakan parfum menyengat hingga saya bisa tutup hidung dan mencari jalan agar tidak berpas-pas-an, lucu saja kalau saya muntah seketika di depannya.
Jati yang kuat karakternya dan memanfaatkan indra penciumannya untuk meracik sebuah parfum dengan mengkombinasikan bahan-bahan yang ditulisnya di buku catatan usangnya. Serta rasa penasarannya dalam menyelesaikan teka-teki yang disusun oleh Raras Prayagung untuk menyelesaikan misi ambisius yang sudah berpuluh-puluh tahun diamini untuk direalisasikan. Lengkap dengan Suma yang merupakan tokoh perempuan yang memiliki gengsi besar tapi seimbang dengan kemauannya. Walaupun telah melahap setengah buku, saya masih belum menemukan titik temu karena masih belum ketebak jalan ceritanya. Masih dimainkan untuk menduga-duga, Raras ini jahat atau tidak, batin saya. Banyak sekali kata-kata yang diurai bagus sekali. Saya yakin sekali, ada riset yang serius dalam pembuatan buku ini. Baru kali ini saya mendengar Alheida, spearmint, Vetiver, Calone, Ambergris. Entah nama apa itu sampai saya harus mencari definisinya di wikipedia. Apalagi ada kosakata jawa kuno yang tidak pernah terlintas di buku pepak bahasa jawa milik saya, Menarik memang, bukan Jati aja yang penasaran, saya pun juga.
Perjalanan ekspedisi ambisius yang harus melibatkan tokoh-tokoh ahli, Juru Kunci sebuah Gunung  di Jawa yang enggan karena melihat adanya penolakan dari penghuni Gunung, dan mereka (Jati, dan Suma) yang memiliki kemampuan khusus. Ambisi yang dijalankan Raras itu membuat pembaca nya seperti diajak pula merasakan dag/dig/dug karena tiba-tiba ada yang menghilang ke dunia lain.
Akhir cerita buku ini memang masih menggantung menurut saya, dan ada hal yang harusnya di perkuat lagi seperti ketika Tanaya Suma membalas perbuatan Raras Prayagung. But, overall, I enjoy the book. Secara tidak langsung membuat saya mengulik lagi buku-buku yang ditulis oleh penulis Indonesia. Menemukan kosa kata bahasa Indonesia baru memang salah satu kepuasan tersendiri. Kalau kalian ada rekomendasi buku, boleh sekali jika berkenan untuk menulisnya di komen :) 

You Might Also Like

0 comments