Beli Dawet di Solo

07:19

Kalau dilihat-lihat isi blog ini ternyata didominasi tentang Pasar-Pasar-dan Pasar. Mainnya ke pasar melulu sepertinya ya, menurutku pribadi yang selalu suka diajak ke pasar sama bu sis entah beli baju lebaran, beli sayuran, beli emping buat nenek buat dijadiin oleh-oleh kalau mudik ke Sumatra, beli ikan, beli bumbu-bumbu dapur, dan masih banyak lagi. Ada hal-hal menarik dari Pasar yang ga bisa dibandingin sama supermarket besar di kota dengan segala kemewahannya. Interaksi pengunjung dengan penjual, aroma-aroma yang bercampur menjadi satu, dan ke-apa ada-annya yang terlihat tanpa terlalu dibuat-buat.
Kali ini main ke pasar mana lagi iluk? Jawabannya adalah ke 2 Pasar di Solo. Tujuan utama sebenarnya adalah beli dawet yang ada di Pasar Gedhe, Solo. Celetukan "Yok, beli dawet di Solo" yang secara otomatis pergerakan mata teman-temanku mulai mengarah pada ku sambil pada teriak "haaah, beli di sana ada luk gausah jauh jauh" oceh mereka. Setelah persiapan matang dengan ekspektasi minum dawet di Solo, kemudian tiket kereta habis. Nice. Udah kebayang dawet dan gagal. Malemnya ketemu Shasha yang sama-sama disenggol langsung yuk haha, baru setengah jam ketemu langsung memutuskan ok cus solo besok. Oh Ok! nice, minum dawetku jadi. Ke-sagitarius-anku yang kalau udah mau, ya harus jadi~terulang kembali. Ku haturkan terimakasih sekali buat teman-temanku yang menerima ke-impulsif-anku apa ada nya.



Setelah drama per e-toll an dan tiket kereta api berhasil dilalui dengan ke "yaudahlah" nya aku dan Shasha, liat palang 500m Solo, senengnya bukan main ya. Pertama kali kunjungan kami yaitu untuk makan selat solo di Mbak Lies. Menelusuri jalanan Solo ini rasa-rasanya rindang sekali dengan ornamen-ornamen khas jawa tengah di setiap tulisan nama jalan di setiap sudut gang, becak yang lalu lalang, orang-orang yang sepertinya tanpa beban, kayaknya aku juga mau tinggal di Solo aja kalau tua. Sambil serasa yakin dan ga yakin mencari tata letak tempat selat rekomendasi banyak orang ini, karena masuk di gang, ketika sampai di tempatnya. Wah lucu! iya selucu itu karena ornamen keramik yang banyak sekali namun ga kerasa sumpeknya. Perhatian langsung mengarah ke seragam para pegawainya yang terlihat semua terkonsep, kayak seragam di kartun-kartun itu. Rasa Selat ya seperti selat, tapi disajikan waktu dingin, ekspektasiku akan disajikan dalam keadaan panas. Lidah perasaku selalu bilang semua makanan itu enak, kombinasi rasa manis dari kuah nya yang kayaknya dikasih kecap deh, buat lidah sumatra mungkin akan susah makan yang manis-manis begini, tapi karena aku sudah terpapar ke-jawa-an nya jadi is okay wae. 
Selanjutnya adalah menuju Pasar Gedhe, waktu sampai rasanya seseneng itu kayak mau bilang "Hi dawet, I'm coming this far for you" bahahaha. Sambil lalu cari letak Dawet Bu Dermi itu dimana, kecium bau-bau gorengan bercampur dengan bumbu-bumbu yang menyatu saja jadi satu. Antara yakin dan ga yakin masih kebagian dawet atau ga, terlihatlah krumunan antrian dawet yang ga terlalu padat karena katanya bisa ramai sekali. Sesekali lempar senyum ke sesama pembeli sambil dengerin mereka saut-sautan obrolan tentang dawet. Sebelah kami ternyata chef terkenal tapi gatau siapa haha katanya ga ada yang bisa ngalahin otentiknya dawet di sini. Penasaran dong, entah kenapa selalu seberuntung itu karena dapet tempat duduk buat minum dawet. Sooo enak! rasa gurih dari kuahnya itu pas sekali dicampur dengan selasih-selasih yang bergelayutan di dawetnya. Aku suka sekali dan mau cirambay minumnya karena enak. Akhirnya kesampaian juga minum dawet di Solo~ harganya 10,000 dan bukanya sampai jam 3-4 sore.




Di sekitar Dawet Bu Dermi, di dominasi oleh lapak penjual jamu jadi bau kencur, kunir, temulawak lewat aja gitu ke hidung. Sambil jalan pelan, liat dagangan-dagangan ibu-ibu di pasar ini, kalau di perhatikan ada beberapa perempuan yang sudah sepuh yang menjadi pedagangnya, dengan setelan baju kebaya kutubaru dan bibir kemerahan. Masih kuat ya mereka, kalau di Jogja pun masih sering lihat perempuan seumuran nenek aku ini masih melakukan rutinitas nya, berjualan, bersepeda, dan membawa gembolan di punggungnya.
Sukses minum dawet, ada 1 destinasi yang ga boleh tertinggal kalau ke Solo yaitu mampir ke Pasar Triwindu, pasar antik yang terletak di dekat pura mangkunegaran. Di depannya ada beberapa penjual es puter, yang mana aku sama shasa debat dulu "luk, ini es doger" aku jawab "bukan sha, ini es tuntung" dan sampai penasarannya kita tanya bapak-bapak sebelah kita, "ini es puter namanya". Ah, apalah itu namanya, aku suka es nya, ga bikin batuk kok.


Perjalanan 1 jam ke Solo lewat tol dan 5 jam kulineran di kota ini kerasa cepat banget karena ya nyerocos aja kita nya, dari cerita kisah bersama gebetan-gebetan yang gagal di gebet sampai diskusi tentang gender equality menemani perjalanan ini. Yang biasanya energi ku bakal terkuras habis ngobrol panjang lebar pergi seharian, malah ke recharge sekali dan balik ke kantor rasanya lega dan siap memulai menjadi pegawai lagi! Terimakasih sekali, Shasa!




You Might Also Like

0 comments