Kampung Pelangi Semarang
13:28
Saat ini Kota Semarang
perlahan-lahan mulai bebenah, dari trotoar yang dibuat seramah mungkin untuk
pejalan kaki, penghijauan di sudut-sudut jalan, taman yang mulai dipercantik,
hingga munculnya kampung tematik untuk menarik minat masyarakat melakukan
aktivitas di luar. Saya jadi teringat dari kata-kata dari Pak Ridwan Kamil di
media sosialnya bahwa kota yang baik itu adalah kota yang memanusiakan manusia.
Semua manusia baik itu dari derajat atas hingga bawah bersosialisasi di ruang
terbuka, melakukan kegiatan yang sama tanpa ada batasan karena perbedaan
derajat.
Saya dari dulu kagum dengan
konsep pembangunan di Bandung yang diusung oleh Wali Kota Bandung sampai-sampai
saya berharap beliau pindah ke Semarang, namun semakin kesini Semarang terlihat
tidak mau kalah dengan kota lain yang bersolek dan menunjukkan perubahannya. Kemaren
saya akhirnya mengunjungi satu dari sekian kampung tematik di Semarang yaitu kampung
pelangi, karena teman saya dari Bandung main ke Semarang dan menanyakan ada
tempat yang bagus ga di semarang? Dulu saya cuma menjawab, Hm, Apa ya? Jadi
saya coba cari-cari lagi di lini masa saya dan hasil dari pencarian saya di
situs pencarian google mengarahkan saya ke Kampung Pelangi.
Kampung pelangi ini terletak di
dekat lawang sewu kurang lebih 500 meter, yang merupakan sebuah perkampungan
kumuh yang disulap menjadi kampung warna-warni. Pengerjaannya pun baru berjalan
sekitar 1,5 bulan dengan mengajak kerjasama pemerintah, sponsor, dan tentunya
pihak warga. Saya dulu beberapa kali ke daerah ini untuk sekedar membeli bunga
untuk hadiah wisuda para kolega saya dan tidak begitu memperhatikan adanya
perkampungan di belakang outlet-outlet bunga ini, membayangkan ada kampung
warna-warni di Semarang pun tidak terpintas.
Sebenarnya, konsep perkampungan
kumuh yang di sulap menjadi kampung warna-warni ini sudah tidak asing lagi di
telinga masyarakat indonesia karena sebelumnya sudah didirikan kampung serupa
di Malang, Jawa Timur dan Jogjakarta. Saya yakin ini membutuhkan kerja keras
yang luar biasa dari segala pihak dari proses perijinan, negosiasi, hingga
pendanaan.
Tenang, masuk kampung pelangi ini
tidak butuh tiket masuk kok. Kalian hanya merogoh kantong Rp. 2000 rupiah untuk
parkir motor saja, atau kalau kalian berniat untuk mengunjungi dengan kendaraan
umum juga bisa karena ada halte BRT di depan kampung ini. Semakin mudah bukan?
Saya melihat banyak anak muda yang mengunjungi kampung ini karena
Instagramable! Ya, dunia ini sudah semakin digital dan memotret guna kebutuhan
sosial media yang merupakan trick marketing paling ampuh dengan cara membuatnya
viral dan yap, konsep marketing yang mudah bukan?
Saya juga sempat mengobrol dengan
bapak parkir, dia menceritakan planning dari kampung pelangi ini, katanya akan
ada food court yang berjejer di sepanjang jalan loh dan juga akan ada wisata
air disini dimana sungai yang dulunya kumuh akan di steril kan agar lebih enak
di pandang. Nantinya, pusat pariwisata semarang akan berpusat disini.
Pemerintah mulai memperhatikan
tata kota dan yang dibutuhkan saat ini adalah kita yang merupakan warga di kota
ini juga ikut serta memperhatikannya. Masih ingat ga, aksi heroik anak cilik
dari Semarang barat yang menghentikan pengguna sepeda motor melewati kendaraan bermotor?
Ya, trotoar Semarang semakin di tata ramah untuk pejalan kaki dan kaum disabilitas,
namun masih saja ada pengendara kendaraan roda dua yang mengambil hak pejalan
kaki, bahkan ada juga pengendara roda empat yang entah sengaja atau tidak
parkir di trotoar. Bukan hanya pemerintah yang harus menyelesaikan ini semua,
tapi orang-orang juga harus menjaga perilakunya dengan hal-hal kecil yang
berati seperti tidak membuang sampah sembarangan, putung rokok yang kalian
hisap jangan di lempar semena-mena di jalan karena jalan itu bukan punya kalian
doang tapi ribuan orang di kota ini juga memiliki hak, coret-coret tembok
tempat umum please jangan, serta merusak tanaman? Tolong jangan. Yuk tunjukin
bahwa kita adalah manusia yang bermatabat, merawat apa yang didunia ini dan
tidak merusaknya, karena kalau bukan kita siapa lagi?
0 comments