#Inspiring Talk Series With Pengajar Muda Indonesia #2
08:33
Lain cerita dengan Dinar, Ela pun tidak sungkan menjabarkan pengalamannya saat berada di Indonesia Bagian Timur itu. Rote, banyak sekali yang masih tidak diketahui tentang daerah ini. Ternyata daerah ini memiliki pesonanya sendiri yang tidak bisa kita jumpai di kota besar yaitu alam yang begitu indah, nihil nya kontaminasi polusi udara, dan tidak adanya hiruk pikuk bak kota metropolitan membuat Ela dapat menikmati indahnya gemerlap bintang-bintar yang bertaburan di langit pada malam hari.
Selain hal yang disebutkan di atas, hal unik lainnya adalah kebudayaan, Saat tiba di Rote dia pun terkesima dengan satu kebudayaan
unik yang membuat Ela antusias menceritakannya kepada kami yaitu ketika bertemu
dengan orang baru, ada keharusan untuk bersalaman hidung. Ela pun tidak segan
untuk memperagakan “salam hidung”, sambil mencontohkan teknik yang benar “Bibirnya
begini ya (mingkem) lalu hidungnya berjumpa” haha kami pun tidak bisa menahan
tawa ketika melihat Ela memperagakannya. Ketika Ela mencoba hal itu, Bai
yang artinya kakek dan oma/ mama yang berati nenek
menjadi tidak canggung lagi untuk mengobrol. Ela pun menirukan bai dan oma
waktu berbicara kepadanya yang akrab dengan sendirinya lantaran sudah
bersalaman hidung “Dari mana boi (sayang),
sudah makan ko? Sini makan di tempat
mama”. Satu lagi yang mungkin juga ada dibayangan kita tentang anak
Indonesia Timur itu identik dengan rambut keriting. Ternyata tidak semua nya
seperti itu, melainkan anak-anak Rote ini berparas cantik dan tampan dengan hidung
mancung dan rahang yang tegas seperti ada campuran dari luar negeri. Serta nama
anak-anaknya pun ajaib kerennya, ada namanya Jackson, Christon, Ben.
Rote juga memiliki anak daerah
yang cerdas dan unik. Sebelumnya saat mengajar Ela suka membandingkan anak-anak yang satu
dengan anak-anak lain “coba kalian contoh
anak ini, kenapa a bisa kenapa kalian ga bisa?”. Akhirnya Ela pun sadar bahwa ia tidak bisa membandingkan satu anak dengan anak yang lain. Ela pun lantas mencetuskan
project untuk menginap bergiliran setiap minggunya di kediaman muridnya selama
setahun dia mengabdi di Oeoko untuk mengenal lebih dekat anak muridnya. Saat
Ela menginap, anak-anak ini tidak merasa di ikuti oleh gurunya namun mereka antusias dan senang. Sambil menyelam minum air, kesempatan ini sekaligus digunakan Ela untuk memperhatikan
latar belakang keluarga dari muridnya. Dia menemukan jika anak-anak yg
di sekolah prestasinya bagus ternyata didukung oleh orang tua yang dengan sigap memberikan
perhatian lebih dan tidak membebani banyak tugas rumah. Dan sebaliknya ketika anak
yg biasa-biasa saja di sekolah ternyata ada perbedaan perlakuan dari
orangtuanya, jadi hal ini tidak bisa
sebagai pembanding karena satu anak dengan yang lain memiliki treatmen yang berbeda, maka dari itu pendekatannya pun berbeda pula. Ada anak yang cenderung menonjol
di bidang A namun tidak pandai di bidang B dan sebaliknya. Seperti apa yang dia temukan di
sekolah.
Contohnya adalah Sati dan Wulan yang duduk di bangku kelas 3. Mereka memiliki antusiasme dan semangat yang tinggi ketika belajar bahasa inggris, ketika diberikan perintah untuk menghafal beberapa vocabulary, kedua anak ini pun selalu mendatangi Ela dan bilang “ibu beta sudah hafal yang ibu tulis”. Lain Sati lain pula dengan Alan yang tidak sejago kedua temannya ini dalam mata pelajaran bahasa inggris, namun memiliki keahlian dalam melantunkan lagu dan cepat sekali dalam pelafalan lirik lagu.
Contohnya adalah Sati dan Wulan yang duduk di bangku kelas 3. Mereka memiliki antusiasme dan semangat yang tinggi ketika belajar bahasa inggris, ketika diberikan perintah untuk menghafal beberapa vocabulary, kedua anak ini pun selalu mendatangi Ela dan bilang “ibu beta sudah hafal yang ibu tulis”. Lain Sati lain pula dengan Alan yang tidak sejago kedua temannya ini dalam mata pelajaran bahasa inggris, namun memiliki keahlian dalam melantunkan lagu dan cepat sekali dalam pelafalan lirik lagu.
Tantangan dalam mengajar pun tidak hanya mengenai pendekatan seorang anak, beberapa tantangan muncul silih berganti. Ela membeberkan beberapa contoh lainnya yaitu mengenai pengendalian yang berbeda untuk mengajar di kelas 1-6. Kelas 1-2 masih suka membuat keributan di
dalam kelas, sampai sampai ketika masuk ke kelas
2 yang luar biasa susah dikendalikan pada hari jumat jam kedua Ela pun sampai
berdoa “ya allah kuatin aku jangan sampai
ada yang nangis” karena paling mentok kondusifnya cuma 10 menit. Ela pun
mencari cara karena kalau diberi games maka anak-anak ini bukannya makin
kondusif malahan semakin ribut, dia pun berkonsultasi dengan Ibu Ratna seorang
psikolog yang memberikan advise agar
Ela mencoba memberi reward kepada anak muridnya, misal siapa yang tenang maka akan cepat
pulang. Akhirnya Ela membuat peraturan di kelas jika ribut 5 menit maka
pulangnya pun ditahan 5 menit, awalnya mereka tidak peduli. Akhirnya waktu bel
bunyi mereka kaget karena tidak diperbolehkan pulang sampai 5 menit dan Ela
memberikan tanya jawab, Siapa yang bisa menjawab soal bisa pulang duluan. Anak-anak
pun saling mengingatkan jika ada yang ribut di kelas “Heh lu diam sudah, nanti kotong semua pulang telat”.
Beda cerita pula dengan kelas
6-5-4 yang sudah paham jika dikasih tampang marah maka mereka akan sontak diam
seakan mengerti jika gurunya marah. Saat awal masuk, ada 1 anak bernama Nickson
yang kritis sekali, Ela memberi pertanyaan ke anak muridnya “ini kita belajar apa? Kita belajar bahasa
inggris. Kenapa kita belajar bhs inggris? Biar bisa ngomong sm bule, biar bisa
dpt kerja.” Jawab anak-anak muridnya.
Namun beda jawaban pula dengan
Nickson, dia bilang “Ibu kalo kita belajar bahasa inggris,
namanya kita masih dijajah bu!” Terdiamlah Ela, “kita kan punya bahasa Indonesia
kenapa kita bljr bhs inggris”. Akhirnya Ela kembali bertanya ke anak
anak “apa iya kalo belajar bahasa inggris artinya dijajah? Ibu dari mana?
Dari riau bahasa melayu, disini rote. Kenapa kita perlu bahasa yang bisa
dimengerti semua orang? Agar kita bisa berkomunikasi satu sama lain. Nah, kalo
Nickson di Jepang masak iya harus bisa bahasa jepang, jadi bahasa inggrislah
sebagai bahasa yang menjembatani kita dalam berkomunikasi”
Nickson yang masih penasaran pun
tetap gigih bertanya “Kenapa ga bahasa Indonesia aja yang jadi
bahasa international, kenapa ga semua orang belajar bahasa Indonesia?”
Ella pun dengan jurusnya menjelaskan tentang sejarah “ketika masa penjajahan, mayoritas Negara paling banyak dijajah oleh
inggris sehingga mereka sekaligus menyebarkan bahasa inggris. Jika mau menjadikan
bahasa Indonesia jadi bahasa internasional, maka anak-anak harus belajar yang
rajin dan belajar dimana saja agar bisa mengajarkan bahasa Indonesia”
Hal yang membuat Ela terenyuh
adalah ketika dia bertanya ke beberapa anak muridnya mau meneruskan SMP dimana?
Mau Kuliah dimana? Dan jawaban mereka adalah “Disini aja di kupang”. Ela lantas
bertanya lagi, kenapa ga di Jawa? Semakin jauh cari ilmu semakin banyak
pengalaman” “beta mau dekat dengan orang tua, orang tua sudah sakit jadi ingin
merawat dan bantu-bantu di ladang”
Begitu beragamnya tingkah
anak-anak di tempat Ela mengajar yang membekas di hati Ela. Hal ini pula yang
membuat dia kagum dengan anak-anak di sekolahnya ini karena kebersihan yang di utamakan,
walaupun terkenal dengan Oeoko nya yang artinya tidak ada air, Ibu Fin kepala sekolah
dari sekolahnya ini selalu menerapkan setiap pagi anak-anak harus bersalaman dengan
para guru setelah beribadah. Sehingga dia tahu anak yang lusuh bajunya, tidak
pake sepatu, jika ada yang begitu orang tua murid akan di ingatkan kembali,
jika tidak mampu maka akan di bantu oleh sekolah. Serta tiap hari anak-anak
murid harus membawa gallon air untuk kebutuhan menyiram bunga dan kamar mandi
sebelum masuk kelas. Hal yang patut dicontoh adalah meskipun sekolah ini berada
pada keterbatasan namun tetap menjaga kerapian dan kebersihan.
Terakhir yaitu mengenai kultur
masyarakat rote yang berbeda di setiap kecamataan yang mana bahasanya pun berbeda
pula karena di masa lalu terdapat 10 kerajaan disana dan dahulu terjadi perang
antar suku yaitu suku denka (desa Ela mengabdi) dengan suku ti’I (tempat salah
satu IM mengabdi). Salah satu teman Ela yang mendapatkan tugas di suku Ti’il saat
mengajarpun bertanya ke murid-murid “siapa yang pernah menjajah kita?” sontak
anak-anak langsung menjawab “Suku denka bu” yang tidak lain adalah suku
tetangga mereka, Akhirnya Ela dan temannya pun mencetuskan ide agar anak suku
denka dan suku ti’I saling mengirim surat serta memberikan pendekatan agar
tidak boleh lagi berperang karena sudah berteman. Hal yang disayangkan oleh Ela
adalah belum sempat mempertemukan anak kedua suku ini, Ela pun berharap mungkin
suatu saat mereka akan bertemu di lain kesempatan.
Apa pesan kalian untuk para calon pemuda dan pemudi Indonesia yang
ingin mengabdi melalui Gerakan Indonesia Mengajar ini?
Dinar: Mengikuti Indonesia Mengajar itu lebih dari ketulusan niat
kita, seberapa jauh kepedulian tentang pendidikan. Apakah teman-teman sudah
merasa yakin dengan resiko apapun karena pada akhirnya ketakutan itu bisa
terlalui dengan sendirinya. Tanyakan pada diri sendiri apakah ini panggilan
hati atau tidak, atau hanya sekedar euphoria untuk mempercantik curriculum vitae?
Ela: Yang dirasakan Ela saat tidak diterima IM angkatan 9 adalah
karena tidak yakinnya dia dengan dirinya, saat interviewer menyakan “kamu yakin ditempatin disini?”, Ela masih
bertanya-tanya dalam hati “apa iya aku bisa?”. Akhirnya dia setelah memantapkan
hati dia pun mengikuti seleksi IM lagi di tahun berikutnya di angkatan 10. Saat
mengikuti IM, banyak sekali yang kita pelajari selama setahun bukan hanya
tentang anak-anak tapi juga tentang diri sendiri juga, lebih mengenal diri
sendiri “bisa ga ya?” Ela yang boros air, dan selalu minum bisa banyak, takut
serangga dan takut kecoa, akhirnya ditempatkan didaerah yang tidak ada air,
waktu di kamar mandi pun dia harus menghadapi kodok yang pada akhirnya menjadi kenangan
manis. “Ga nyangka ternyata bisa juga” cetus Ela.
Sebagai penutup Dinar memberikan
statement yaitu mungkin kita berfikiran bahwa kita lah yang akan berbagi pengalaman
kepada mereka, ternyata kita lah yang belajar dari orang-orang dari daerah
penempatan.
0 comments